Senin, 14 Juli 2008

Harga Demokrasi

Tahun 1998 adalah era reformasi yang melahirkan “kebebasan”. Ya kebebasan dalam segala hal sampai-sampai keblablasan dengan dalih demokrasi, kebebasan berekspresi! Contohnya saja pornografi yang kian marak, , Ya ini Negara demokrasi begitu yang selalu didengungkan. Padahal demokrasi tidak berakar pada azas kebenaran, demokrasi berakar pada suara terbanyak sehingga kebenaran dapat ditarik ulur sesuai dengan suara mayoritas.

Demokrasi juga telah melahirkan pemilihan langsung untuk memilih pimpinannya. Ya karena demokrasi berasal dari kedaulatan rakyat, katanya. Dengan demikian pemimpin dipilih langsung oleh rakyat lagi-lagi suara terbayaklah ukurannya, padahal mayoritas rakyat adalah awam sehingga dengan mudah dibeli suaranya. Tak heran serangan fajar selalu saja terjadi.

Demokrasi telah melahirkan banyak partai. Semua berteriak untuk kepentingan rakyat. Benarkah? Bahkan partai yang tidak lulus pada pemilu sebelumnya kembali ikut meski dengan nama yang berbeda. Ya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Padahal kalau kita lihat di Negara yang mengaku paling demokratis partainya saja hanya ada dua.

Calon pimpinan yang hendak berkuasa pun tak kalah repotnya. Mereka harus mengeluarkan kocek yang lumayan agar dapat dikenal oleh pemilihnya. Ya perlu biaya untuk kampanye. Inilah harga demokrasi, yang kadang nilainya sampai trilyunan. Padahal kalau saja uang tersebut bisa digunakan untuk kepentingan rakyat tentunya jauh lebih bermanfaat. Dan loginya tentu saja uang tersebut harus dikembalikan jika suatu saat berhasil menjabat. Inilah salah satu sebab kenapa ada korupsi. Meskipun pada awal kampanye disebutkan bahwa sumber tersebut adalah murni sumbangan. Benarkah ?

Tidak ada komentar: